Iman Dalam Hal Isra`-Mi`raj

Peristiwa perjalanan Rasulullah SAW memenuhi panggilan Allah SWT untuk menerima perintah shalat lima waktu, dikenal dengan Isra’ Mi’raj. Hingga kini, tak satu pun manusia yang mampu memahami teknologi apa yang digunakan Allah saat memperjalankan hamba-Nya itu. Betapa tidak, dalam waktu yang begitu singkat perjalanan sejauh itu terlampaui. Meski sekarang manusia telah mampu menciptakan pesawat luar angkasa yang memiliki speed (kecepatan) luar biasa.

Di sisi lain, tidak berarti manusia dihalalkan tak mempercayai kejadian dahsyat itu, sebagaimana kaum kuffar bersikap ketika menerima klarifikasi Nabi Muhammad SAW sejenak setelah beliau di-Isra`-Mi’raj-kan. Diakui atau tidak, kejadian tersebut di luar nalar manusia. Dengan keterbatasan akal pikiran serta ilmu pengetahuan, manusia tak akan mampu menjangkaunya.
Keingkaran kaum kuffar terhadap Isra’ Mi’raj di zaman Nabi SAW, lepas dari kondisi keimanan mereka, secara akal cukup rasional. Pasalnya, saat itu kondisi sains dan perkembangan teknologi belum seperti sekarang. Namun, di era pesatnya perkembangan sain dan teknologi sekarang mestinya tidak ada lagi manusia manapun yang menafikan peristiwa maha dahsyat itu.
Untuk meneguhkan keyakinan manusia, utamanya umat Islam, terhadap peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW, berikut simak perbincangan Ali Akbar bin Agil dari Cahaya Nabawiy dengan Akhmad Abtokhi, dosen Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
Meski di luar nalar manusia, namun dengan perkembangan sains dan teknologi sekarang, apakah peristiwa Isro’ Mi’roj itu masih diragukan kebenarannya?
Tidak ada keraguan sama sekali. Isra`secara bahasa adalah perjalanan di waktu malam, kronologinya adalah siapa yang menjalankan? Allah. Dengan siapa? Malaikat dan menaiki kendaraan apa? Buraq. Buraq diibaratkan sebagai kilat dan malaikat tercipta dari nur (cahaya).
Sementara, Rasul sebelum di-isra`-kan dibedah yang itu diibaratkan sebagai suatu reaksi kimia, perubahan materi ke cahaya. Maka dari itu, peristiwa ini adalah logis. Sama halnya semut nyangkut di tas saya, saya ajak ke Jakarta bolak-balik Jakarta-Malang kemudian semut tersebut mengatakan kepada teman-temannya, “hai baru saja aku kemarin ke Jakarta.” Bagaimana halnya jika yang bicara itu adalah Rasul. Itu konsep Isra`.
Sedang mi`raj adalah naik ke langit yang diberkahi sekelilingnya, dan di situlah beliau berubah dimensi. Sebuah dimensi yang tidak bisa kita jangkau. Layaknya makhluk Jin, dia bisa lihat saya tapi saya tidak tahu. Sama halnya dengan Rasul yang melihat neraka, surga, alam ruh. Itu menandakan bahwa Rasul berada di alam lain.
Mi`raj lebih kepada dimensi metafisik. Nah, di sinilah sains dan teknologi memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu. Bagi umat Islam, Isra`-Mi`raj lebih kepada konsep iman dan keyakinan. Ada beberapa yang logis dalam kerangka sains-teknologi (MIPA) sebab sains itu berbicara masalah apa dan bagaimana sedang teknologi, untuk apa.

Apakah yang dimaksud dengan pencucian/pembedahan dada beliau itu adalah pencucian pada umumnya?
Tidak, pembedahan atau pencucian yang dialami oleh Rasul tidak terjadi sesederhana yang kita kenal selama ini. Namun, dengan pencucian tersebut, diubah bentuk jasad beliau ke dalam bentuk cahaya. Kenapa seperti itu? Sebab Rasul kan bersama Buraq dan malaikat. Buraq tadi kita ketahui bermakna kilat sementara malaikat juga tercipta dari cahaya.
Perubahan materi ke cahaya dalam istilah Kimia dikenal sebagai teori anihilasi yaitu mengubah materi ke dalam energi tertentu (cahaya). Jadi, cahaya bisa berarti dualisme gelombang. Gelombang bisa berarti materi atau bisa berarti cahaya. Dr. William Fisher dan Dr. Anna Fisher, sepasang suami-istri, membuktikan kebenaran dari peristiwa pembedahan dada Nabi Muhammad oleh dokter-dokter ahli langit yang ditunjuk oleh Allah, yaitu para malaikat yang diketuai oleh Jibril.
Namun, hal ini masih menjadi perdebatan di kalangan ahli sebab saat Rasul di-Isra`-kan dikisahkan beliau bertemu dengan kafilah-kafilah, di sini masalahnya. Apakah mungkin saat beliau berubah dalam bentuk cahaya bisa bertemu dengan kafilah? Tentu semuanya kembali kepada iman.

Lantas bagaimana menyandingkan antara iman dan akal dalam melihat/memahami Isra`-Mi`raj ini?
Untuk menambah keyakinan terhadap suatu hal membutuhkan penyelidikan dan sanalah kita temukan bahwa ada yang masuk akal dan ada yang tidak masuk akal. Hanya saja, perlu digarisbawahi bahwa landasan berpikir kita adalah iman. Cukup iman, yakin. Titik. Yang lainnya hanyalah pendukung, pendekatan lewat ilmu psikologi, saintek, semuanya hanya pelengkap yang tujuannya agar keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya bertambah. Memang ada yang tidak logis, makanya iman didahulukan. Dengan begitu, ada peningkatan Iptek (ilmu pengetahuan&teknologi) serta Imtaq (iman&taqwa)-kita

Isra` Mi`raj sebagai Rihlah Al Sama“ (Safari langit), menurut anda?
Konsep langit di dalam Al Qur`an ada dua: langit sama` dan langit samawat. Keduanya bisa dimaknai langit. Kalau langit sama` menurut sebagian ahli ialah apa yang bisa dilihat. Itu sebabnya, langit sama` lebih dekat kepada atmosfir. Orang Jawa memaknai Samak (sama`) sebagai pelindung atau sampul: “buku disampuli/ disamai.”
Sedang langit samawat itu apa? Apa juga dikatakan langit? Di sini ada beberapa ilmuwan muslim mengatakan bahwa samawat berarti dimensi. Begitulah konsep safari langit dalam arti sama` dan samawat. Sehingga yang terjadi bahwa Isra` terjadi di sama` karena masih berada dalam kerangka langit yang bisa kita saksikan. Adapun Mi`raj itu adalah samawat-nya.

Jika dapat diukur, berapakah kecepatan perjalanan Nabi Muhammad SAW saat itu, sejak perjalanan Isro’ (di bumi) hingga di angkasa luar?
Rasul berjalan mendekati kecepatan cahaya yaitu 300 juta meter per detik, rumusnya: C=3×108 m/s

Nilai-nilai apa saja yang bisa kita gali dari Isra`-Mi`raj di era globalisasi ini?
Pertama, mengapa umat Islam tertinggal jauh dalam perkembangan sains dan teknologi. Paling tidak, ada motivasi awal. Kedua, terkait kajian seorang muslim yaitu perintah shalat. Shalat sendiri banyak yang bisa kita ambil hikmah-hikmahnya.

Anda tadi menyinggung tentang shalat dalam kaitan menggali pelajaran dari Isra`-Mi`raj, nah dalam satu hadits diterangkan bahwa “Shalat merupakan Mi`raj-nya seorang mukmin,” hubungan seperti apakah antara shalat dengan Mi`raj?
Terkait hadits di atas, Mi`raj itu kan naik tanpa ada aling-aling atau tanpa hijab antara seorang hamba dengan Tuhannya. Mi`raj dalam hadits tersebut, jika dilihat dari proses dasar gerakannya, ialah mulai takbir yang berisi doa istiftah. Doa ini isinya semua adalah bagaimana perjanjian kita dengan Allah. Di sini ada dialog yang seolah-olah kita bertemu dengan Allah, ada upaya dari seorang hamba untuk meyakinkan Allah.
Lantas ruku`. Di saat ruku` itu, kepala dengan pantat itu sejajar, sama. Pantat kan tempat keluarnya kotoran dan ternyata posisi kepala saat ruku`  sejajar dengan pantat. Pada saat itu wujud penghambaan kepada Allah. Belum lagi kala kita bersujud, dimana pantat berada pada posisi lebih tinggi dari mahkota (kepala) yang kita miliki. Sampai salam ke kanan dan ke kiri, di situ terkandung makna untuk hidup butuh sebuah jaminan kepada sesama hamba agar berbuat baik, tidak saling menyakiti, menghina.
Hikmah waktu-waktu shalat sendiri?
Sebagai umat Islam, ada nilai-nilai yang teramat istimewa salah satunya posisi shalat yang waktunya ditata sedemikian rupa yang sebetulnya tidak merepotkan. Di sisi lain, posisi shalat berada di jedanya kita dalam aktivitas-aktivitas kehidupan. Tubuh membutuhkan istirahat, melemaskan otot. Bahkan dalam shalat ada unsur meditasi, penghambaan, bangun subuh kita meditasi, mengingat Allah. Tapi gara-gara masalah duniawi, banyak dari kita melupakan shalat.

Apa yang perlu dilakukan oleh umat dalam peringatan isra`-mi`raj, sebab selama ini upacara peringatan tersebut masih terbatas seremonial?
Ya, kita bandingkan saja dengan kita membaca Al Qur`an. Ada yang cukup membaca, titik selesai. Jika seperti itu keadaannya maka peringatan tersebut kurang bermakna apa-apa. Membaca Al Qur`an memang mendapat pahala tapi tidak kita amalkan, tidak bermakna apa-apa.
Saya pikir, masyarakat yang memperingati Isra`-Mi`raj tidak ada salahnya Cuma hal terpenting bagi kita ya bagaimana peristiwa ini mampu menyadarkan apa tujuan Isra`-Mi`raj itu. Kemudian, mengingat pentingnya shalat sampai-sampai ibadah shalat ini Allah langsung yang sampaikan.
Jika hal tersebut bisa kita lakukan, insya Allah hal demikian akan mempertajam keimanan dan ibadah kepada Allah. Syukur-syukur ada fungsi sosialnya. Apalagi Islam itu indah, Isra` kan dekat dengan bulan Ramadhan sehingga kita bisa bersiap-siap menyambut kedatangannya lewat momentum Isra`-Mi`raj. (*)

Ref:  http://www.forsansalaf.com/2010/dahulukan-iman-dalam-peritiwa-isra-miraj/

0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Share